Implementasi Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)

    PLH dapat diajarkan melalui berbagai cara seperti observasi, diskusi, kegiatan atau praktek lapangan, praktek laboratorium, laporan kerja praktek, seminar, debat, kerja proyek, magang dan kegiatan petualangan. Hal yang perlu diingat adalah jangan hanya ceramah tentang konsep sehingga siswa hanya mendengarkan dan pasif. Cara ini tidak akan bermakna tetapi sebaliknya siswa harus dilibatkan secara aktif mentalnya agar dapat mengonstruksi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilannya yang pada gilirannya akan dapat diterapkan dalam kehidupannya dan ditransfer kepada orang lain.
    Tempat yang dapat dijadikan obyek kajian sangat bervariasi: lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal, lingkungan perkotaan, pasar, terminal, selokan, sungai, sawah, taman kota, lapangan udara, pembangkit tenaga atom, danau, instalasi pengolahan air minum, pengolahan sampah, pipa buangan rumah tangga, tempat pembuangan sampah dan lingkungan lain di sekitar atau dekat sekolah.
    Masalah yang dapat diangkat jadi topik pembelajaranpun sangat beragam mulai dari masalah sampah rumah tangga, sampah industri, penggunaan deterjen, pestisida, pupuk buatan, aerosol dan spray, pencemaran tanah, air, udara, kekurangan air, banjir, penurunan air tanah, penggundulan hutan, hutan dan taman kota, bahkan illegal loging. Tentu masalah yang diangkat sesuaikan dengan kemampuan dan tingkatan berpikir siswa. Siswa TK dan SD bahkan kelas 7-8 harus yang bersifat konkrit sesuai dengan tahap perkembangan berpikirnya yang operasional konkrit.
    Mengacu kepada filsafat konstruktivis, proses belajar dikatakan terjadi pada diri siswa jika informasi yang diterima terintegrasi dalam keyakinan siswa dan siswa berperan aktif dalam proses belajar. Belajar merupakan konstruksi aktif makna-makna dalam diri siswa. Dengan demikian siswalah yang harus membangun konsepnya (Hein, 1991; Black & McClintock, 1995). Siswa harus lebih aktif di dalam menemukan jalur belajarnya. Dengan keterlibatan siswa yang maksimum dalam belajarnya maka siswa akan memiliki wawasan yang lebih mapan.

Langkah pembelajaran berdasarkan filsafat konstruktivis adalah sebagai berikut (Black & McClintock, 1995) adalah:
  1. Observasi, siswa melakukan observasi situasi yang sebenarnya
  2. Konstruksi interpretasi, siswa mengonstruksi interpretasinya berdasarkan observasi dan mengonstruksi argumen untuk kesahihan atau validitas interpretasinya.
  3. Kontekstualisasi, siswa mengakses latar belakang dan materi kontekstual dari berbagai cara, sumber untuk membantu interpretasi dan argumentasi.
  4. Magang kognitif, siswa berperan sebagai siswa yang magang kepada gurunya untuk menguasai observasi, interpretasi, dan argumentasi.
  5. Kolaborasi, siswa berkolaborasi dalam observasi, interpretasi dan kontekstualisasi.
  6. Interpretasi majemuk, siswa mendapatkan keluwesan kognitif dengan menunjukkan interpretasi yang beragam.
  7. Manifestasi majemuk, siswa mendapatkan hal yang dapat ditransfer dengan melihat manifestasi multiple dari interpretasi yang sama.
    
    Dengan demikian jika konsep atau materi ajar PLH diajarkan dengan cara tersebut di atas yaitu dengan melibatkan siswa secara aktif (bukan hanya mengisi LKS tetapi aktif secara mental) maka diharapkan terbentuk siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang peduli terhadap masalah lingkungan dan mampu berperan aktif dalam memcahkan masalah lingkungan, memiliki kemampuan menerapkan prinsip keberlanjutan dan etika lingkungan dalam kehidupan sehariharinya. Pengetahuan dan pengalaman siswa dapat ditularkan kepada orang lain seperti kepada orangtuanya, saudara-saudaranya, teman bermain di lingkungan tempat tinggalnya. Dengan demikian akan terbangun masyarakat yang peduli dan mampu menerapkan prinsip keberlanjutan dan etika lingkungan. Jika masyarakat mampu menerapkan prinsip keberlanjutan dan etika lingkungan maka masalah lingkungan dapat diatasi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar